Catatan:
Artiel ini pernah
diterbitkkan di halaman facebook Kastil Mimpi.
Sebelum menuju ke cara
penulisan tanda baca dalam kalimat, ada baiknya kita memahami kembali
pengertian tanda baca dan jenis-jenisnya.
Pengertian Tanda Baca
Dikutip dari Wikipedia, tanda baca adalah simbol
yang tidak berhubungan dengan fonem (suara) atau kata dan frasa pada suatu bahasa, melainkan berperan untuk menunjukkan struktur dan
organisasi suatu tulisan,
dan juga intonasi
serta jeda yang dapat diamati sewaktu pembacaan. Sederhananya, tanda baca
berguna untuk memberikan penekanan-penekanan pada makna tertentu dalam sebuah
kalimat. Perhatikan contoh berikut ini:
A: “Saya sedang makan Ibu di
rumah.”
B: “Saya sedang makan, Ibu
di rumah.”
C: “Saya sedang makan, Ibu.
Di rumah.”
Lihat perbedaan yang sangat
kentara pada ketiga kalimat di atas?
Kalimat A memberikan arti
bahwa “saya” sedang makan (benar-benar ‘memakan’) “Ibu” di rumah.
Kalimat B memberikan arti
bahwa saat adegan itu terjadi, “saya” sedang makan (di suatu tempat), sedangkan
“Ibu”-nya berada di rumah.
Kalimat C memberikan arti
bahwa “saya” sedang berbicara dengan “Ibu” bahwa dia sedang makan di rumah.
Dari sini, sudah jelas, ya,
bahwa tanda baca itu penting dalam kalimat.
Jenis-Jenis Tanda Baca
Ada banyak jenis tanda baca.
Berikut ini yang sering dipakai dalam dunia literer (kesusastraan):
Tanda titik (.) berfungsi
untuk mengakhiri kalimat berita.
Contoh: “Kemarin Ibu pergi
ke pasar.”
Tanda koma (,) berfungsi
untuk memisahkan anak kalimat atau di antara unsur-unsur dalam suatu perincian.
Contoh (sebagai pemisah anak
kalimat): “Agar lebih cepat sampai di pasar, Ibu naik ojek.”
Contoh (untuk perincian):
“Ibu membeli beberapa keperluan pokok seperti beras, cabai, dan garam.”
Tanda tanya (?) berfungsi
untuk mengakhiri kalimat tanya.
Contoh: “Apakah Ibu juga
membeli ikan di pasar?”
Tanda seru (!) berfungsi
untuk mengakhiri ungkapan atau pernyataan berupa seruan, perintah, atau
penegasan.
Contoh: “Tidak! Ibu lupa
membeli ikan. Tolong kamu belikan, ya!”
Tanda kutip satu (‘…’)
berfungsi mengasosiasikan suatu istilah atau menandai kalimat yang dikutip langsung
dalam dialog langsung.
Contoh (sebagai penunjuk
istilah): “Apakah kamu sudah membaca novel ‘Bara Kesumat’ yang ditulis oleh
Mega Yohana?”
Contoh (kutipan langsung
dalam dialog): “Dia sudah membaca novel itu. Malah dia balik bertanya. ‘Apakah
kamu sudah baca?’ tanyanya padaku.”
Tanda petik (“…”) berfungsi
untuk menandai kalimat langsung atau percakapan dalam naskah drama.
Contoh: “Kalau kamu
menginginkan cerita romansa yang tidak biasa, belilah novel ‘Bara Kesumat’
karya Mega Yohana,” ujarnya menyarankan. Dia menambahkan, “Novel itu mengusung
tema romansa yang dibalut dengan fiksi sejarah dan adegan laga.”
Tanda pisah (—…—) berfungsi
untuk menandai sisipan kata/kalimat penjelas yang tidak termasuk bagian dari
kalimat utama.
Contoh: “Mereka—komplotan
Madin—mati di tangan Kalyana Ratri.”
Sampai di sini, kalian
mendapatkan sesuatu dari “cara penulisan” tanda baca di atas?
Ya, SEMUA tanda baca ditulis
MENEMPEL pada huruf, angka, atau tanda baca lain.
Contoh: Ini. <<
penulisan tanda titik dua menempel pada kata sebelumnya, dan diberi spasi untuk
kata yang mengikutinya.
Ibu menatapku. “Ini Ibu,”
bisiknya. << penulisan tanda petik terpisah dengan kata/tanda baca di
luar tanda petik, tetapi menempel dengan kata/tanda baca yang terletak di
dalamnya.
“Apa kamu bilang?!” <<
penulisan kata terakhir menempel dengan tanda tanya, seru, dan petik.
Lalu, bagaimana dengan ELIPSIS?
Ada sedikit polemik di sini.
Perdebatan di antara para penulis dan pemerhati bahasa. Mari kita lihat
penjelasan mengenai ELIPSIS dalam PUEBI.
1. Tanda elipsis
dipakai dalam kalimat yang terputus-putus, misalnya untuk menuliskan naskah
drama.
Contoh: Kalau begitu ... ya, marilah kita bergerak.
Contoh: Kalau begitu ... ya, marilah kita bergerak.
2. Tanda elipsis
menunjukkan bahwa dalam suatu kalimat atau naskah ada bagian yang dihilangkan,
misalnya dalam kutipan langsung.
Contoh: Sebab-sebab kemerosotan ... akan diteliti lebih lanjut.
Contoh: Sebab-sebab kemerosotan ... akan diteliti lebih lanjut.
Jika bagian yang dihilangkan mengakhiri
sebuah kalimat, perlu dipakai empat buah titik; tiga buah untuk menandai penghilangan
teks dan satu untuk menandai akhir kalimat.
Contoh: Dalam tulisan, tanda baca harus digunakan dengan hati-hati ....
Contoh: Dalam tulisan, tanda baca harus digunakan dengan hati-hati ....
Polemiknya di mana?
Itu adalah… pemberian SPASI DI DEPAN tanda
ELIPSIS.
Beberapa pemerhati bahasa (sebut saja salah
dua di antaranya, Pak Uksu Suhadi dan Bunda Veronica B. Vonny) percaya bahwa
ELIPSIS TIDAK BISA DIPUKUL RATA.
Benar bahwa untuk menandai bagian yang dihilangkan, ellipsis
diberikan spasi di depan dan belakangnya seperti pada contoh dalam PUEBI di
atas. Akan tetapi, untuk menyatakan ekspresi ragu/menggantung/ucapan yang
terputus/akhir ekspresi yang ringan, tidak perlu ada spasi di depannya. Contoh:
“Kupikir…, aku sudah tahu hal itu.”
“Akan tetapi, bagaimana jika….”
“Padahal, sudah kukatakan sebelumnya….”
Lalu, bagaimana dengan kita? Untuk hal ini, kita boleh memilih
untuk mengikuti PUEBI yang dipukul rata semua elipsis harus diberikan spasi
depan dan belakangnya, atau memilih
opsi kedua yang diamini oleh banyak pakar bahasa (dan mereka pun sama-sama
berharap agar PUEBI direvisi). Para penerbit pun berbeda-beda dalam hal
penulisan elipsis ini sebab ini masuk ke gaya selingkung masing-masing. Ada
penerbit yang taat PUEBI, ada penerbit yang memilih menjadi ‘anak bandel’.
Bagaimana dengan Kastil Mimpi? Kami memilih menjadi ‘anak
bandel’. Dan, hal itu bisa kalian lihat dari cara kami menuliskan ellipsis
sejak awal postingan ini (dan di postingan kami yang lain).
Akhirnya, bagaimana dengan kamu? :)
#Haz
Comments
Post a Comment