Bismillah,
Dalam cerita fiksi, salah satu hal paling pokok adalah karakter. Tanpa karakter, tanpa pelaku, tak ada cerita. Bahkan dalam pertunjukan bisu (pantomim), karakter tak sekadar penting tetapi sangat krusial. Apa pun bentuk penyajian ceritanya, entah itu cerpen, novel, drama, pantomim, maupun sendratari, keberadaan karakter yang “hidup” sangat diperlukan.
Dalam cerita fiksi, salah satu hal paling pokok adalah karakter. Tanpa karakter, tanpa pelaku, tak ada cerita. Bahkan dalam pertunjukan bisu (pantomim), karakter tak sekadar penting tetapi sangat krusial. Apa pun bentuk penyajian ceritanya, entah itu cerpen, novel, drama, pantomim, maupun sendratari, keberadaan karakter yang “hidup” sangat diperlukan.
Lalu, yang
dimaksud dengan karakter yang hidup
itu yang bagaimana, sih?
Secara gampang,
karakter yang hidup berarti karakter
yang dapat diterima keberadaannya dalam benak pembaca/penonton.
Terkadang,
ada pengarang yang menciptakan karakter super tanpa memiliki cacat, ini disebut
karakter imba (kependekan dari imbalance alias tidak seimbang). Misalnya tampan, kaya, baik hati, tidak sombong, menghormati wanita, tidak pernah melakukan kesalahan..., sekalipun tidak memiliki "kekuatan super", karakter seperti ini juga termasuk imba.
Karakter
yang serba sempurna, yang tidak menunjukkan sisi “manusia”, akan sulit dikatakan sebagai karakter yang “hidup” sebab tidak akan bisa relate ke benak pembaca/penonton.
Jadi, karakter yang hidup adalah karakter yang
pembentukannya seimbang.
Apakah itu
saja?
Jawabannya,
tidak.
Seimbang dan
relatable saja tidak cukup.
Sebagai pengarang,
kita juga perlu menciptakan karakter
yang mudah diingat. Kalau saya menyebutkan “Harry Potter” atau “Smurf”,
benak kalian tentu akan langsung membayangkan bocah berkacamata dengan bekas
luka berbentuk petir dan makhluk menggemaskan berwarna biru, kan? Sama halnya
kalau saya menyebutkan “Joker”, tentu kalian akan langsung membayangkan pria
dengan wajah selalu terlihat tersenyum. Ini adalah contoh karakter yang mudah
diingat.
Sekarang,
bagaimana menciptakan karakter seperti itu?
Yuk, kita
baca tips berikut ini.
![]() | |
Menciptakan Karakter Fiksi ( | )
Tips Menciptakan Karakter yang “Hidup” dan Mudah Diingat
Ada tiga
poin penting dalam menciptakan karakter yang “hidup” dan mudah diingat, yaitu:
1. Buat Mereka Unik
Unik
artinya lain daripada yang lain. Coba, mana yang lebih menarik? Anak
dari keluarga biasa pergi ke sekolah biasa dan menjalani hari-harinya seperti
biasa. Atau, anak yatim piatu berkacamata dengan bekas luka berbentuk petir
yang tinggal di bawah tangga dan ternyata adalah keturunan penyihir. Pasti yang
kedua lebih menarik, kan? Itu karena karakter kedua memiliki keunikan dibanding
karakter pertama yang merupakan “anak biasa” dan biasa-biasa saja.
Keunikan ini
bisa macam-macam. Di Indonesia, kita mengenal Jeng Kelin yang memiliki suara
cempreng dan riasan wajah yang khas. Ada pula boneka Unyil yang dikenal dengan
tangannya yang pendek, dan masih banyak contoh lainnya.
Sisi unik
tokoh bisa juga ditunjukkan dari kata-kata khas. Misalnya, Sengklekman dengan “semewew”,
atau Luffy yang setiap akan mengeluarkan jurus berkata, “Gomu gomu no….”
Jadi,
jika sekarang kalian sedang menulis fiksi, coba tengok. Keunikan apa yang
dimiliki karakter ciptaan kalian?
2. Buat Hidup Mereka Bermasalah
Hidup yang
bermasalah adalah pemicu konflik. Sedangkan, konflik penting untuk
mengembangkan cerita (tentang konflik bisa kalian baca di web teman saya di sini, ada banyak artikel menarik juga di sana!).
Sama
seperti poin pertama di atas. Lebih menarik mana antara bocah biasa yang menjalani
hari-harinya seperti biasa dan bocah keturunan penyihir yang harus menghadapi
penyihir jahat?
Oh, ya, “masalah”
di sini tidak harus berkaitan dengan sihir atau kekuatan super, lho. Seperti kita tahu, genre dalam
penulisan bermacam-macam. Bisa saja karakter utama bermasalah dengan teman,
keluarga, pacar, dan lain-lain. Bahkan, bisa saja bermasalah dengan diri
sendiri (konflik batin). Intinya, buat hidup mereka bermasalah.
![]() |
Dinding Retak ( |
3. Berikan Mereka Kekurangan
Karakter yang
bisa “hidup” dan relate dengan benak
pembaca adalah karakter yang seimbang. Bagaimana membuat keseimbangan ini? Tentunya
dengan memberikan kekurangan-kekurangan. Mengapa? Sebab, kekurangan-kekurangan
ini akan menunjukkan sisi human
mereka, sisi “manusia” yang membuat karakter tersebut lebih membumi.
Contohnya
bisa kita lihat pada karakter-karakter dewa dalam Marvel Cinematic Universe
seperti Thor, Odin, dan Loki. Mereka “dewa” tetapi tetap memiliki sisi “manusia”,
kekurangan-kekurangan yang membuat mereka tetap membumi. Selain mereka, ada
pula manusia-manusia super seperti Iron Man, Spiderman, dan lain-lain yang
kesemuanya tetap memiliki kelemahan. Jadi, betapa pun kuatnya, mereka tetap balance, tetap seimbang.
Nah, itu
tadi artikel tentang menciptakan
karakter dalam cerita fiksi. Jika kalian memiliki pertanyaan atau masukan,
jangan ragu untuk menyampaikannya di kolom komentar. Kita berjumpa lagi pada
artikel tentang kepenulisan lainnya. Terima kasih, semoga bermanfaat!
Comments
Post a Comment