![]() |
source: eschoolnews.com |
Plagiarisme seolah-olah
menjadi hal yang lumrah terjadi belakangan ini. Kemajuan teknologi yang membuat
kita bisa semakin mudah mengendus adanya praktik plagiarisme agaknya tidak
menjadi soal bagi para plagiator. Terbukti, dengan banyaknya kasus plagiarisme,
masih saja ada ditemukan kasus-kasus serupa. Kasus Afi beberapa waktu alu,
misalnya, dengan tulisannya yang viral hingga diundang oleh Presiden. Sayang sekali
tulisan yang sangat menginspirasi itu ternyata bukan miliknya. Dan, bukti-bukti
selanjutnya pun menunjukkan bahwa banyak tulisan gadis belia itu yang ternyata
merupakan hasil plagiat. Kasus lain yang belakangan muncul ke permukaan adalah
plagiarisme atas sebuah cerpen yang dimuat di media massa, yang—ironisnya—dilakukan
oleh seseorang dengan gelar pascasarjana. Di platform menulis seperti Wattpad
pun tak lepas dari aksi plagiarisme. Banyak sekali cerita dengan dukungan
sekian juta vote, yang akhirnya ditemukan sebagai hasil plagiat. Bukankah itu
miris sekali?
Oh, ya, sebelum semakin jauh
pembahasan tentang plagiarisme ini, saya ingin sedikit meluruskan. Bahwa, kata PLAGIASI yang sering digunakan
dalam pembahasan mengenai plagiarisme ini TIDAK
ADA DALAM KBBI. Plagiarisme merupakan kata serapan dari bahasa Inggris, plagiarism
dan BUKAN plagiacy. Kata plagiacy
bahkan tidak ada dalam bahasa Inggris!
Berikut ini kata-kata dan pengertiannya yang benar menurut KBBI:
· Plagiarisme: penjiplakan yang melanggar hak cipta.· Plagiat: pengambilan karangan (pendapat dsb) orang lain dan menjadikannya seolah-olah karangan (pendapat dsb) sendiri, misal menerbitkan karya tulis orang lain atas nama dirinya sendiri; jiplakan.· Plagiator: orang yang mengambil karangan (pendapat dsb) orang lain dan disiarkan sebagai karangan (pendapat dsb) sendiri; penjiplak.
Lalu, bagaimana bisa kata
plagiasi lebih banyak dikenal dan digunakan?
Mungkin, inilah
yang disebut salah kaprah. Sesuatu yang
salah tetapi kaprah alias lumrah digunakan. Atau, menurut pengertian dari KBBI, salah kaprah adalah kesalahan yang umum
sekali sehingga orang tidak merasakan sebagai kesalahan. Akan tetapi, apakah karena itu sudah kaprah (lazim, biasa)
kita jadi harus ikut-ikutan salah? Yuk, renungkan baik-baik. 😉
Pertanyaan pokok: kenapa seseorang melakukan plagiarisme?
Banyak hal
bisa menjadi alasan seseorang melakukan plagiarisme, di antaranya:
1. Benar-benar tidak tahu.
Beberapa orang mungkin benar-benar tidak menyadari bahwa apa yang dilakukannya itu termasuk praktik plagiarisme. Akan tetapi, di zaman yang serba maju sekarang ini, sulit sekali memercayai bahwa seseorang tidak tahu dirinya telah melakukan plagiarisme.2. Mengagumi karya yang dijiplak.
Beberapa kasus plagiarisme terbukti terjadi lantaran pelaku alias plagiator mengagumi karya yang dia plagiat. Pelaku ingin menghasilkan karya serupa tetapi karena keterbatasan ide, yang dia lakukan adalah mencuplik potongan-potongan (atau bahkan keseluruhan bagian) karya tersebut dan dia akui sebagai hasil pemikirannya sendiri.3. Ingin dipuji.
Ini sudah termasuk alasan yang cukup buruk. Melakukan plagiarisme karena ingin mendapatkan pujian. Agar orang lain melihatnya begitu keren, misalnya, sehingga si plagiator melakukan berbagai cara untuk mendapatkan pujian, termasuk melakukan plagiarisme.4. Ingin cepat terkenal.
Alasan terakhir ini adalah puncak dari berbagai alasan lainnya, dan—sepertinya—menjadi alasan yang cukup sering digunakan (sekalipun si plagiator tidak secara terang-terangan mengakuinya). Sebut saja beberapa nama yang menjadi terkenal karena karya hasil plagiarisme.Kenapa plagiarisme terus terjadi?
Pada dasarnya, setiap
kejahatan bisa terjadi lantaran ada kesempatan. Selain itu, niat buruk dari
pelaku kejahatan juga sangat memengaruhi. Tanpa ada kesempatan, niat buruk
tidak akan bisa dilakukan. Begitu juga sebaliknya, sebesar apa pun kesempatan,
jika tidak ada niat buruk seseorang untuk melakukan plagiarisme, tak akan ada
kasus plagiarisme yang terjadi.
Selain dua hal pokok di
atas, tak adanya hukuman pasti untuk pelaku plagiarisme turut andil dalam
menyuburkan kasus-kasus serupa. Ketahuan plagiat, dibuli, meminta maaf, lalu
sudah. Kasusnya tenggelam. Dilupakan.
Hal itu seolah-olah memberikan
kemudahan bagi para plagiator bahwa, “Tidak apa-apa melakukan kesalahan asal
tidak ketahuan. Bila ketahuan pun, cukup meminta maaf. Toh, nanti kasusnya akan
tenggelam sendiri.”
Selama hal-hal di atas ini
belum teratasi, agaknya jalan bagi plagiator akan masih terbuka lebar.
Mengatasi plagiarisme dimulai dari diri sendiri.
Terkadang, tanpa sadar kita melakukan
‘hampir’ plagiarisme. Jika kita terbiasa dengan ‘hampir’ plagiarisme,
lama-lama kita akan menjadi terbiasa dengan plagiarisme itu sendiri. Pernah dengar
ini? “Seseorang yang terbiasa melakukan hal-hal sunah, dia akan menjadi biasa
dengan hal wajib. Sebaliknya, seseorang yang terbiasa melakukan hal-hal yang
makruh, lama-lama dia akan terbiasa dengan hal yang haram.”
Oleh karena itu, memagari
diri sendiri dari plagiarisme itu penting. Bagaimana caranya?
![]() |
source: pinterest |
Salah satunya adalah dengan checklist. Saat menulis artikel,
misalnya, pastikan kita menjawab hal-hal berikut ini:
- Sudahkah aku membuat daftar dari semua buku, artikel, website, dan sumber-sumber lain?
- Apakah aku menandai sumber dari setiap informasi yang kudapatkan?
- Saat aku mengutip langsung sebuah kalimat, apakah aku memberikan tanda kutip?
- Saat aku merangkum materi dengan kalimatku sendiri, apakah aku ingat untuk menyebutkan sumber yang asli?
- Sudahkah aku bertanya kepada seseorang yang lebih mengerti (guru, dosen, pembimbing, dsb) jika aku tidak yakin tentang perlu tidaknya peletakan sumber referensi?
Jika hal-hal di atas bisa
kita jawab dengan, “Ya, aku (sudah) melakukannya,” insya Allah kita akan
terhindar dari melakukan plagiarisme.
Ingat, ya. Semua berawal dari diri sendiri. Pertebal iman untuk membentengi diri dari niat buruk untuk melakukan plagiarisme, serta terus berlatih memperbaiki diri sehingga kita tidak perlu melakukan plagiarisme untuk mencapai tujuan kita. Katakan, “Aku bisa melakukannya dengan kemampuanku sendiri.” Sebab, “Segala sesuatu yang diperoleh dengan cara instan, akan menghilang dengan cara yang instan pula.”
Ingat, ya. Semua berawal dari diri sendiri. Pertebal iman untuk membentengi diri dari niat buruk untuk melakukan plagiarisme, serta terus berlatih memperbaiki diri sehingga kita tidak perlu melakukan plagiarisme untuk mencapai tujuan kita. Katakan, “Aku bisa melakukannya dengan kemampuanku sendiri.” Sebab, “Segala sesuatu yang diperoleh dengan cara instan, akan menghilang dengan cara yang instan pula.”
Sekali lagi, mari memagari diri dari perbuatan plagiarisme! 😊
#Meg, 6 Februari 2018
Min, aku mau tanya.
ReplyDelete- apa beda plagiat, remake, saduran dan cover?
- sampai batas mana, sebuah tulisan itu mulai dikatakan plagiat?
- kalau misalnya karya ilmiah (seperti skripsi atau laporan kuliah), kita bisa mengambil kata2 tulisan orang lain sebagai referensi, tapi tidak dikatakan plagiat, karena kita melampirkan nama, judul dsb dari referensi yang kita ambil.
Bagaimana dengan cerpen, novel dll?
misal:
kita tidak bisa memikirkan setting yang lebih baik, kita tidak bisa memikirkan karakter yang lebih baik, kita tidak bisa memikirkan dialog yang lebih baik.
ambil contoh novel,
*kita mau buat cerita baru dari cerita orang yang udah "Wah."
*kita udah ada cerita sendiri, tapi kita bingung hanya untuk memulai awal ceritanya.
*kita tidak bisa memikirkan setting yang tepat, perkenalan karakter yang tepat, dialog yang tepat. jadi, hanya untuk perkenalan/awalan, kita memakai setting tempat, karakter dan isi dialog yang "sama," seperti cerita y sudah ada. (anggap saja kita mengambilnya hanya utk beberapa halaman d cerita kita). kalau novel sekiranya 200 halaman, kita mengambilnya 5-20 halaman (mungkin bisa lebih sedkit dari itu) utk cerita kita, selebihnya murni cerita yang kita buat sendiri.
- nah, jika memang ini y terjadi, bagaimana caranya kita melampirkan referensi yang kita ambil?
karena kalau di novel tidak ada melampirkan daftar pustaka (setahu saya).
di novel tidak ada penulisan seperti di bawah ini:
* Dialog:
"aku ingin itu."(1)
"aku ingin itu." (Nama, judul, tahun)
*narasi:
ditempat yang jauh di sana, tanpa ada seorang pun.(1)
ditempat yang jauh di sana, tanpa ada seorang pun. (nama, judul, tahun)
tidak bisakan, kalau di novel ditulis seperti itu?
Jadi, bagaimana kita harus melakukannya? (melampirkan yang kita baca/ambil)
Ini pertanyaan yang sangat panjang, xD
DeletePerbedaan:
plagiat = mengakui hasil karya orang lain sebagai milik sendiri
remake = menyadur = menyusun kembali sebuah cerita secara bebas tanpa merusak garis besar cerita
cover (?) menyanyikan lagu yang bukan miliknya (sejujurnya, saya belum pernah dengar istilah "cover" untuk karya tulis)
Karya ilmiah tidak bisa dikatakan plagiat selama jelas sumber referensinya. KECUALI, pada kasus2 tertentu, ada oknum yang cenderung malas menulis sendiri sebuah karya ilmiah dan memilih meng-copy-paste hasil kerja milik orang lain. Ini plagiat, meskipun dalam karya ilmiah yang di-copy-paste itu ada daftar referensi.
Sampai batas mana sebuah tulisan dikatakan plagiat?
Sampai kamu mengakui hasil kerja orang lain sebagai milikmu sendiri (KECUALI pada ghost writer, tentu saja kamu tidak bisa disebut plagiat jika sudah "membeli" hasil tulisan si ghost writer itu)
"Bagaimana dengan cerpen, novel dll?
misal:
kita tidak bisa memikirkan setting yang lebih baik, kita tidak bisa memikirkan karakter yang lebih baik, kita tidak bisa memikirkan dialog yang lebih baik"
Jika itu yang terjadi, saya sarankan untuk membuang idemu. Cari ide lain yang lebih baik, pikirkan setting yang lebih baik, dan ciptakan karakter yang lebih baik, termasuk dialog2 di dalamnya. Percayalah, kamu bisa melakukannya. Ini lebih baik daripada kamu mengambil 20 halaman novel milik orang lain. KECUALI kamu sedang menulis fan fiction (yang, tentunya, juga tidak untuk keperluan komersial).
haha
Deleteiya juga ya, cover itu utk lagu.
sekarang aku tahu kalau plagiat itu, "meng-copy bulat2 karya orang lain, ditambah dia mengakui kalau itu karya miliknya."
tapi aku masih samar2 tentang remake/saduran.
kita menulis cerita, dari garis besar cerita orang lain? <--bukankah ini masih termasuk dari cerita orang lain? terdengar hampir sama dengan yang di atas (menurutku).
apakah parafarase termasuk remake/saduran?
dan kalau boleh, bisa berikan contoh cerita remake?
bukankah dalam menyadur kita tetap mencantumkan keterangan? :D
Delete"Cerita ini disadur dari dongeng Kancil dan Buaya" << misalnya.
Atau >> "Artikel ini disadur dari sumber itu."
.
Untuk cerita remake, ada kalanya justru penulis asli cerita itu yang ingin ceritanya di-remake. Contohnya, kepoin akun FB Ariny Nurul Haq, ya! :D
Pada TATS4 kemarin, dia menugaskan para penulis terpilih untuk me-remake tulisannya. Sebelum itu, ada juga 1 tulisannya yang sudah di-remake di TATS3 yaitu "Susan Ngesot" yang judul remake-nya menjadi "Susan Ngesot (Reborn)" dan kebetulan saya yang menulis remake-nya. :D
Duh, beberapa hari yang lalu artikel saya pernah di plagiat oleh orang. Beruntung, setelah melapor di google, akhirnya bisa diatasi dengan menghapus postingan oleh plagiator tersebut.
ReplyDeleteSaya cukup setuju dengan alasan point nomor 2, 3, 4 mengapa plagiarism masih terjadi, soal nomor 1 sendiri... kayaknya semua orang sudah tau kalau mengikuti karya orang lain itu dilarang.
untuk alasan no. 1, ada yg nggak tahu beneran. misalnya anak2 sekolah yg bener2 masih polos. biasanya mereka asal copas - share apa yg menurut mereka bagus/menarik tanpa mencantumkan sumber. mereka2 ini belum paham soal plagarisme. TAPI, ada juga yg sebenarnya tau tapi pura2 nggak tau. begitu ketahuan, bilangnya, "maaf, saya masih belajar, belum tau kalo ini disebut plagiarisme."
Delete.
begitulah, plagiator hampir selalu bisa ngeles...