Skip to main content

Posts

Showing posts with the label Flash Fiction

[FLASH FICTION] [PURPLE PROSE] KAMU DAN MALAM

Malam itu seperti malam-malam sebelumnya. Angin mengembus dingin, mendesau-desau menghadirkan gigil. Tak terlalu menggigit untuk bisa mengoyak jaring laba-laba di reranting yang kehilangan daunnya. Namun, cukup anggun untuk melagukan tembang kelam serupa kematian. Kamu berdiri di puncak menara. Matamu muram dibengkalai kehidupan. Kamu pandangi kabut yang bekerlip resah dalam pucat kelindan malam. Kamu sesap setiap rasa setiap aroma perkusi malam. Malam itu seperti malam-malam sebelumnya. Sesorah serigala ramai menghujat purnama. Ah, benar. Setiap malam adalah purnama. Mereka—serigala dan purnama—serupa anak-anak yang tersesat. Berkeliaran menerobos ambang waktu. Atau, justru kamu yang terperangkap? Malam itu seperti malam-malam sebelumnya. Atau, sebelumnya. Atau, sebelum sebelumnya. Atau bahkan, sebelum sebelumnya sebelumnya lagi. Kamu melangkahkan kaki-kaki pucatmu melewati batas tepi. Di puncak menara kamu mengundang sunyi. Dan, dingin malam menyambutmu serupa saltasi. Mere...

[FLASH FICTION] USAI PERJAMUAN

google images: umbrella girl painting Seth mengusap bibirnya. Tergeletak di hadapannya, seorang gadis memejamkan mata dengan wajah pucat, tetapi tetap terlihat cantik. “Apa aku pernah berkata bahwa kau sangat cantik, Luna?” tanya pemuda itu kepada si gadis. Dia lalu mendongak. Di langit, rembulan menggantung sepekat darah. Dan, teriakan-teriakan memekakkan terdengar. Si pemuda lalu meraih gadis yang dia panggil Luna itu, membopongnya, membawanya—dengan beberapa lompatan jauh—ke sebuah rumah kecil. Memasuki rumah itu, Seth merebahkan Luna di ranjang satu-satunya yang ada di sana. Sebuah perapian kecil nyaris mati, Seth meletakkan beberapa batu bara, mengorek, dan meniupnya agar nyala kembali. Lalu, setelah menyelimuti tubuh Luna, pemuda itu duduk di samping si gadis. “Kuceritakan sebuah kisah,” katanya, mengelus rambut Luna. “Sebuah klan, dengan sesuatu yang berbeda dalam darah mereka. Jika yang lain hanya mendatangkan kematian pada masa perburuan, klan itu justru...

[FLASH FICTION] SELAMAT TINGGAL, TEMANKU SAYANG!

google images 'anime boy smirking' “Sudah saatnya.” “Eh?” Aku menoleh saat mendengar Seth bergumam. Seth mendongak. “Kau tahu? Saat bulan berwarna merah, para setan berpesta.” “Ah, mitos itu….” Aku ikut mendongak ke arah bulan. Purnama malam ini tidak secemerlang biasanya. Separuh bagian bulan berwarna jingga kemerahan. “Kau percaya?” “Kau bercanda?” Aku tergelak. “Itu hanya gerhana bulan,   terjadi karena bumi memiliki atmosf—” “Ya, ya, Kutu Buku.” Seth memotong. “Jangan kesal,” ujarku, menoleh menatapnya. “Kau tahu aku jenis orang yang tidak percaya hal-hal tidak ilmiah seperti itu.” Seth menoleh. Sesaat aku melihat matanya berkilat, sebelum dia kembali mendongak ke arah bulan. Aku terus menatapnya hingga beberapa kali embusan angin yang dingin menggoyangkan dedaunan. Kubetulkan posisiku dan bersandar pada batang pohon. Seth, yang duduk di cabang yang sama denganku, masih tenggelam dalam tatapannya pada bulan. Melihatnya terus diam seper...

[FLASH FICTION] ANAK PURNAMA

Lari. Lari. Lari!   Ayunkan kaki-kaki kebasmu sekuat tenaga, secepat yang kau bisa. Cepat. Cepat. Cepat!   Jangan menoleh, Bodoh! Bukan saatnya mem p erhatikan sekelilingmu. Tidak. Pohon-pohon keriput tua itu sudah ada di situ setiap hari. Kau tak perlu melambat karena ketakutan pada pepohonan yang setiap hari terlihat dari jendela kamarmu. Saat ini, kau hanya boleh takut pada purnama yang menggantung. Dan, perhatikan arahmu!   Lompat! Lompati setiap akar yang melintang. Hindari setiap ranting rendah yang menghadang. Rundukkan tubuh. Jangan keluar dari bayang-bayang. Perhatikan arahmu! Lari. Lari. Lari. Terus berlari.   Dengus napasmu serupa ikan terdampar di daratan. Keringatmu membanjir tapi kau tak perlu berhenti untuk mengelapnya. Tidak. Tak boleh berhenti. Kau mendengar itu? Degup jantungmu seolah hendak melontar keluar. Dan, keberanianmu pun tercerabut dari akarnya. Tercabik dan tercincang tanpa kau sanggup mengelak. ...

[FLASH FICTION] KETIKA BULAN MATI

Bruk. Akar melintang yang menyembul dari tanah membuatku terjatuh. Ngilu seketika menghampiri pergelangan kaki. Namun, segera aku bangkit dan kembali berlari. Di atas sana bulan mati . Dalam gelap, ranting-ranting rendah dan semak-semak begitu saja kuterobos. Sesekali hampir pula aku menabrak batang-batang keriput pepohonan. Semakin jauh berlari, pepohonan semakin rapat dan aku semakin sering terjatuh. Kutengok sekilas ke belakang demi melihat cahaya-cahaya merah bergerak cepat. Tampak semakin banyak, bunga merah itu menyambar-nyambar memecah kegelapan. "Cepat, cepaaat!" teriak salah satu dari pembawa suluh itu. "Kepung dia!" sahut yang lain. "Jangan biarkan dia lolos!" Yang lain menimpali. Terengah-engah, aku mengerahkan tenaga untuk bergerak lebih cepat, tak ingin tertangkap oleh mereka. Benar-benar tak ingin. Kudengar teriakan-teriakan mereka—para manusia yang mengejar—timbul tenggelam dan bersahutan. Kata-kata seperti penyihir...