Masalah sampah hampir selalu menjadi perbincangan utama di
Indonesia. Saking rendahnya kesadaran masyarakat terhadap kebersihan
lingkungan, kerap kali kita jumpai sungai yang penuh dengan sampah. Atau, tepi jalan
yang tampak kumuh dengan sampah-sampah plastik bertebaran. Terlebih lagi di
pasar tradisional, misalnya, kerap pula kita jumpai sampah buah dan sayuran
yang dibiarkan membusuk begitu saja dan menebarkan aroma busuk serta mengundang
lalat.
![]() |
source: https://blog.djarumbeasiswaplus.org |
Miris rasanya. Padahal, sejak kecil—bahkan sejak kelas 1 SD
di buku-buku sekolah—kita sudah diajarkan untuk menjaga kebersihan lingkungan. Buanglah
sampah pada tempatnya. Jangan membuang sampah sembarangan. Membuang sampah di
sungai dapat mencemari sungai dan mengakibatkan banjir. Sampah yang menumpuk
menyebabkan penyakit. Dan sebagainya, dan sebagainya.
Di saat anak-anak kita belajar tentang kebersihan
lingkungan, mirisnya justru para orang tua terkesan cuek bebek. Alasannya, “Ah,
cuma sekantong ini. Yang lain juga begitu.”
Itulah masalahnya, kan?
“Sedikit demi sedikit lama-lama menjadi bukit.”
Pepatah itu pasti sudah kita hafal di luar kepala. Sayangnya,
banyak dari kita lupa bahwa yang bisa menjadi bukit itu bukan cuma duit yang
ditabung, tetapi juga sampah.
Memang, cuma sekantong sampah. Tapi, coba bayangkan jika ada
10 orang saja yang membuang “hanya sekantong sampah” itu. Berarti, sudah
terkumpul 10 kantong sampah. Jika 100 orang? Jika satu desa? Satu provinsi? Satu
negara? Berapa “hanya sekantong sampah” yang terkumpul?
Itu jika masing-masing membuang “hanya sekantong sampah”. Jika
dua kantong? Tiga kantong? Jika itu dilakukan terus-menerus selama sebulan? Setahun?
Aduh…, membayangkannya, kok, jadi ngeri, ya! 😱😱😱
Nanti, lama-lama bumi kita tercinta ini tinggal planet
tandus yang dipenuhi sampah yang tertumpuk tinggi hingga terlihat seperti
gedung-gedung pencakar langit—seperti di film Wall-E.
![]() |
source: pinterest |
Untuk menghindari itu terjadi, kita harus memiliki kesadaran
diri dalam mengelola sampah. Salah satunya dengan 3R—Reduce, Reuse, Recycle.
- Reduce berarti mengurangi. Artinya, kita mengurangi penggunaan produk yang bisa membuat sampah semakin menumpuk. Misalnya:
1.
Saat berbelanja, gunakan kantong kertas atau
kain daripada kantong plastik.
2.
Menggunakan botol yang bisa diisi ulang untuk
tempat minum.
3.
Mengurangi penggunaan produk sekali pakai.
4.
Dll.
- Reuse berarti menggunakan kembali. Contoh paling sederhana adalah memberikan baju tak terpakai kepada orang lain. Bisa kepada kerabat, atau disalurkan untuk korban bencana alam. Bisa juga memberikan baju-baju bayi—yang hanya beberapa bulan dipakai dan masih bagus—kepada tetangga yang baru melahirkan.
- Recycle berarti mendaur ulang. Contohnya, melebur benda-benda yang terbuat dari plastik dan mendaur ulang menjadi ember dan sebagainya. Recycle dipecah menjadi dua yaitu upcycle dan downcycle.
1.
Sesuai namanya, upcycle berarti mendaur ulang
benda-benda tak terpakai menjadi sesuatu yang baru dan bernilai lebih tinggi. Pernah
lihat rumah botol karya Walikota Bandung, Bapak Ridwan Kamil? Itu salah satu
contoh upcycling. Contoh lainnya, membuat miniatur (becak, sepeda, dll.) dari
koran bekas, hiasan dinding dari botol plastik, tas atau dompet dari bungkus
plastik, dll.
2.
Kebalikan dari upcycle, downcycle berarti
mendaur ulang sampah menjadi sesuatu yang lebih rendah nilainya—tapi masih
tetap berguna. Misalnya, menggunakan baju tak terpakai sebagai keset atau kain
pel, mengolah sampah organik menjadi kompos, dll.
Lihat? Dari hal sederhana seperti 3R di atas, kita bisa
menghemat penggunaan benda-benda yang menyebabkan sampah, mengolah kembali benda-benda
yang tak dibutuhkan menjadi benda baru bernilai tinggi, dan… dengan begitu juga
menjaga lingkungan dari sampah. Jika semakin banyak orang sadar akan pentingnya
menjaga lingkungan dan menerapkan 3R ini, bukan tidak mungkin dalam waktu dua
tiga tahun ke depan kita sudah bisa mewujudkan Indonesia Bebas Sampah. 😇
*Haz, 12 Oktober 2017
Comments
Post a Comment